Transformasi Radio Berbasis Web

Industri radio siaran memerlukan proses transformasi agar eksistensinya tidak tenggelam ditelan zaman. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21 Tahun 2009 tentang standar penyiaran digital untuk penyiaran radio mempercepat proses transformasi itu. Pada dasarnya peraturan menteri tentang digital audio broadcasting itu membawa implikasi terhadap optimalisasi penggunaan frekuensi dan akan mengubah tatanan bisnis radio berbasis internet. Agar proses transformasi berhasil, dibutuhkan kolaborasi antar-industri radio siaran.

Secara umum radio siaran di negeri ini telah diimpit biaya operasional, produktivitasnya masih rendah, kurang inovatif, dan belum siap menerapkan media baru berbasis Web 2.0. Di sisi lain pertumbuhan pemakai internet di negeri ini cukup pesat hingga mencapai lebih dari 25 juta orang. Pemakai mobile phone, MP3 player, dan iPod juga tumbuh pesat mengikuti tren dunia.

Perkembangan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi akan memaksa sistem radio konvensional melakukan perkawinan dengan internet. Masa depan radio siaran akan diwarnai dengan optimalisasi penggunaan frekuensi karena sistem penyiaran radio digital dari segi efisiensi bisa lebih unggul. Sistem radio digital menggunakan infrastruktur bersama, yang akan menjadi solusi terhadap sejumlah masalah pada sistem radio analog saat ini.

Tiga model

Pada prinsipnya ada tiga model pelayanan stasiun radio berbasis internet. Pertama, sekadar menampilkan situs tentang radio siaran, yang berisi profil perusahaan, jadwal acara, area jangkauan, dan lain-lain. Yang kedua adalah menikmati langsung siaran radio (live streaming) bersamaan dengan mengudaranya radio di jalur frekuensi konvensional, dan kemampuan mengunduh berbagai produk siaran, musik, materi pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain dengan prinsip podcast. Model ketiga adalah manajemen & operasional siaran terintegrasi berbasis web, yang didukung fasilitas remote akses clock program, rundown acara dan logger bagi pemasang iklan (Agency) maupun regulator (KPI), aksesibiltas via sosial media seperti facebook dan integrasi fasilitas kolaborasi antar radio siaran berbasis radio news & entertainment network. Radio news & entertainment network yang dibangun dengan prinsip wikinomics dan podcasting tersebut dapat merubah paradigma & memberikan kemudahan mendapatkan berita & hiburan bagi publik. Idealnya tiga model tersebut tercakup dalam sistem yang disebut Broadcasting 2.0.

Agar semua stasiun radio siaran bisa mengimplementasikan Broadcasting 2.0 dengan model pembiayaan yang sangat terjangkau bagi hampir semua stasiun radio, bahkan gratis, dibutuhkan kelembagaan yang akan mengakselerasikan berbagai model tersebut. e-Broadcasting Institute (e-BI) yang didirikan oleh praktisi radio dan siaran, pengembang perangkat lunak, dan praktisi telekomunikasi mencoba hadir serta menjawab tantangan dan peluang radio ke depan. Prinsipnya e-BI adalah lembaga yang berkontribusi langsung dalam pengembangan penyiaran dan teknologi penyiaran.

Fakta menunjukkan bahwa lebih dari 75 juta pendengar radio secara nasional-khusus di Provinsi Jawa Barat mencapai 15 juta orang-mengharapkan daya inovasi dari stasiun radio. Jumlah pendengar itu juga merupakan calon potensial pengguna radio news & information network, radio streaming, internet broadband, serta telephone and mobile phone. Oleh sebab itu, diperlukan langkah bersama untuk meneguhkan e-BI.

Idealnya radio siaran yang berkolaborasi secara otomatis akan menjadi anggota e-BI dan langsung mendapatkan sistem aplikasi radio broadcasting integrated system dan sambungan internet broadband. Mereka juga mendapatkan portal radio, live streaming, broadcasting operation & management, dan radio news & information network. Agar terjadi simbiosis mutualisme, sebaiknya diterapkan kewajiban bagi stasiun radio yang menjadi anggota untuk memberikan air time 5-10 menit per hari.

Penting juga memberikan berita reportase atau traffic, baik audio maupun teks, setiap hari. Dalam hal ini stasiun radio memberikan satu reportase, tetapi akan mendapatkan sejumlah reportase dari total keanggotaan. Ibaratnya, mereka menyumbang satu, tetapi mendapatkan seratus, bahkan seribu.

Selain memperbaiki aspek jurnalistik radio, berbagai produk siaran radio juga harus dapat diunduh secara mudah sesuai dengan teknologi podcast yang sudah menjadi tren dunia. Podcast pada prinsipnya adalah Pod (iPod) ditambah dengan broadcast. Filosofinya adalah “mengembalikan waktu”. Secara teknis podcast adalah file suara yang dipadatkan dalam format digital audio dan diumumkan lewat RSS, kemudian diunduh secara otomatis lewat perangkat lunak yang mengelola RSS, seperti iTunes.

Dalam konteks tersebut, acara radio dalam bentuk MP3 dikirim langsung ke komputer atau alat mobile melalui pasokan RSS podcast. Radio internasional, seperti BBC, sudah mulai menggunakan podcast sebagai pilihan bagi pembaca dan pendengarnya untuk mencari informasi atau hiburan yang cocok. Radio Australia pun menyajikan materi ajar atau kursus bahasa Inggris dan bahasa asing lain dengan teknologi podcasting sehingga sangat memudahkan khalayak untuk belajar bahasa secara praktis.

Teknologi podcasting juga akan menunjang gaya belajar seseorang. Gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana ia menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Pada dasarnya terdapat tiga gaya belajar pada diri seseorang, yaitu visual (cenderung belajar melalui apa yang dilihat), auditorial (belajar melalui apa yang didengar), dan kinestetik (belajar melalui gerak dan sentuh-an).

Jurnalistik radio

Berbeda dengan siaran radio konvensional, teknologi podcast sangat fleksibel karena bisa didengar kapan saja tanpa harus menunggu waktu tertentu. Teknologi podcast yang telah terintegrasi dalam radio, di mana sebagian siaran radio disimpan dalam bentuk podcast, memberikan manfaat berganda bagi khalayak. Tak pelak lagi podcast dan radio siaran akan saling mengisi dan butuh inovasi terus-menerus.

TRANSFORMASI RADIO BERBASIS WEB

Dengan banyaknya orang yang memiliki iPod dan telepon seluler yang dilengkapi dengan MP3 player, model podcast merupakan langkah efektif untuk menyebarkan informasi, apresiasi seni, dan proses pendidikan. Sayang, hingga saat ini perkembangan podcast di negeri ini masih terkendala keterbatasan bandwith, rendahnya tingkat kecepatan akses internet, dan masalah media penyimpanan (storage).

Salah satu kelemahan dari radio konvensional adalah kita harus mendengarkan pada saat yang bersamaan dengan penyiar menyiarkan paket siaran. Dengan podcast, kita dapat mengunduh file podcast dan mendengarkannya kapan saja. Pada masa mendatang podcasting radio siaran akan semarak jika program penetrasi akses internet broadband berhasil dengan baik. Kesemarakan itu semakin besar jika aspek sumber daya manusia jurnalistik radio di negeri ini bisa proaktif. Sumber daya manusia jurnalistik radio sangat potensial dan ideal sebagai podcaster karena memiliki bahasa lisan yang baik. Selain oleh penyiar radio, podcaster juga bisa dilakukan oleh orang berprofesi lain, seperti seniman lawak, dalang, dan penyair. Tak pelak lagi teknologi podcast radio siaran akan menumbuhkan budaya lokal di tengah arus globalisasi.

Diambil dari http://hdn.zamrudtechnology.com/2009/08/27/transformasi-radio-berbasis-web-20/

0 komentar:

Posting Komentar